Posts

WHO Lukai Hati Petani Sawit

Di tengah wabah Covid-19, artikel World Health Organization (WHO) mendapatkan kecaman dari Indonesia dan Malaysia karena menyudutkan minyak sawit sebagai minyak nabati tidak sehat. DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), organisasi petani sawit yang mewadahi 22 provinsi se-Indonesia, juga mengecam kampanye WHO yang diterbitkan perwakilannya di Eropa dan Timur Tengah.

“Sikap WHO ini sangat keterlaluan karena mengeluarkan rekomendasi hindari konsumsi makanan dari minyak sawit. Seharusnya organisasi Kesehatan dunia ini menyelamatkan manusia. Justru kampanye mereka ini mematikan negara penghasil CPO. Termasuk juga bisa mematikan petani,” kata Gulat Manurung, Ketua Umum DPP APKASINDO, dalam keterangan tertulis, Kamis (7 Mei 2020).

Sebagai informasi, artikel yang diterbitkan Kantor Regional Mediterania Timur WHO berjudul Nutrition Advice for Adults During the COVID-19 Outbreak bahwa masyarakat disarankan mengonsumsi lemak tak jenuh yang ditemukan dalam ikan, alpukat, kacang-kacangan, minyak zaitun, kedelai, kanola, minyak bunga matahari dan jagung. Dan masyarakat sebaiknya menghindari lemak jenuh yang terkandung di dalam daging berlemak, mentega, kelapa sawit, minyak kelapa, krim, keju, ghee, dan lemak babi.

“Jelas sekali pernyataan ini tendensius menyudutkan sawit. Kami mewakili petani sawit Indonesia memprotes WHO karena membuat pernyataan yang cenderung menyudutkan sawit. Harusnya organisasi sekaliber WHO pakai data ilmiah yang sudah teruji,” ujar Gulat.

Dorteus Paiki, Ketua DPW Apkasindo Papua Barat sangat menyayangkan pernyataan-pernyataan spekulatif sebagaimana yang disampaikan oleh WHO. “Apalagi kami di Papua Barat sedang melakukan perencanaan PSR (peremajaan sawit rakyat) dengan dinas perkebunan seluas 25 ribu hektar dan sebagian bahan tanamannya 3 bulan lalu sudah kami jemput kecambahnya dari PPKS Medan sebanyak 120 ribu untuk persiapan PSR Tahap I yang akhir tahun ini akan launching. Itu semua pakai uang kredit di bank, jadi jika terganggu pasar CPO dunia karena statemen WHO tersebut akan membuat kami menderita. Saya mendukung Apkasindo untuk melakukan surat protes ke WHO,” ujar Paiki dengan logat Papua.

Apalagi baru-baru ini sudah dipublikasikan di media bahwa VRO (Virgin Red Oil) yang berasal dari minyak sawit sangat baik meningkatkan immunitas tubuh terutama saat wabah Vicod-19 saat ini sebagaimana disampaikan oleh Prof. Dr. Sri Raharjo, Guru Besar Departemen Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM). Dalam artikelnya, Sri Raharjo menjelaskan dalam menghadapi pandemi Covid -19 ini, penting untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung pro-vitamin A, vitamin E serta vitamin C guna menjaga kesehatan paru-paru, untuk meningkatkan imunitas tubuh menghadapi pandemi Covid -19.

Sri Raharjo lebih lanjut menjelaskan VRO mengandung beta karoten atau pro-vitamin A 15 kali lebih tinggi dari pada pro-vitamin A yang terkandung dalam wortel, dan minyak sawit juga mengandung vitamin E (tokoferol) dan tokotrienol tinggi yang dikenal sebagai antioksidan yang mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh. VRO mengandung asam palmitat yang merupakan lemak jenuh dan salah satu komponen dominan di dalam minyak sawit.

“Asam palmitat berperan penting dalam memberikan perlindungan terhadap paru-paru yang sehat. Asam palmitat merupakan komponen utama (sekitar 60%) dari senyawa fosfolipida yang melapisi dinding bagian dalam rongga alveoli paru-paru. Fosfolipida ini berfungsi sebagai surfaktan yang dapat membantu memudahkan pertukaran gas (oksigen dan karbondioksida) dari rongga alveoli ke pembuluh darah atau sebaliknya,” ujar Gulat mengutip artikel dari Sri Raharjo.

Uraian dari Sri Raharjo ini mutlak mementahkan semua pernyataan WHO yang menyudutkan minyak sawit. Jika memang minyak sawit tidak baik seperti disebut WHO, tentu masyarakat dunia sudah dari 72 tahun lalu kena penyakit karena minyak sawit sudah merupakan komoditi dunia, ujar Gulat yang juga merupakan Auditor ISPO.

Gulat mengibaratkan WHO telah menjadi “Humas” NGO yang aktif menyerang sawit karena mempromosikan minyak nabati lain. Di sisi lain, organisasi ini yang berkantor pusat di Jenewa ini malahan mendiskriminasikan minyak sawit sebagai minyak yang tidak sehat.

“Kami petani tersinggung dengan pernyataan minyak sawit tidak baik dikonsumsi untuk Kesehatan, terkhusus saat wabah Covid-19 ini,” terang Gulat.

Gulat menyarankan bahwa WHO seharusnya fokus pada memunculkan gagasan penanganan covid-19 bukannya menghambat sawit di pasar global yang justru sawit menjadi pahlawan melawan wabah covid-19. Ekonomi, social dan budaya kelapa sawit sangat berarti bagi Indonesia, apalagi kelapa sawit menghidupi sekitar 21 juta masyarakat Indonesia. Kami hidup dari kelapa sawit baik sebagai petani, buruh tani, dan pekerja sektor industry berbahan baku sawit, jadi mengganggu sawit sama saja membuat kami miskin.

“Tidak ada industri di muka bumi ini seperti sawit yang melibatkan 41% masyarakat di dalamnya terutama petani. Coba sektor lain, paling 2%-3% keterlibatan masyarakat. Dengan mengusik sawit berarti merusak mata rantai pendapatan rumahtangga 21 juta orang, ini baru di Indonesia, belum lagi di negara penghasil sawit lainnya,” ujar kandidat Doktor Lingkungan ini.

Gulat mengingatkan pernyataan WHO akan berpotensi menyusahkan petani karena akan merusak pasar. Perlu dicatat bahwa beberapa negara penghasil sawit juga sangat terganggu dengan pernyataan WHO tersebut seperti Malaysia, Afrika, Thailand, Kolumbia dan Nigeria.

Ketika Sawit Indonesia mengkonfirmasi dari sisi hukumnya, Ahli hukum Pidana Samuel Hutasoit, SH.,MH, C.LA, menjelaskan bahwa WHO tidak bisa dipidanakan karena WHO bukan perusahaan kompetitor.

“Lebih baik APKASINDO mengirimkan nota protes ke WHO bahwa informasi yang disampaikan tersebut keliru secara ilmiah dan meminta WHO meluruskannya,” ujar Samuel yang juga Dewan Pakar DPP APKSINDO.

Sumber: https://sawitindonesia.com/

Leave a Reply :

* Your email address will not be published.

kaçak bahiscanlı bahiskaçak bahis sitelerijustin tv izlecasinowordpress kurbahis siteleri
%d bloggers like this: