Posts

Tahun 2020 Perkebunan Sawit di Kawasan Hutan Riau Seluas 1,89 Juta Hektar

Dewan pimpinan wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPW APKASINDO) dan gabungan pengusaha kelapa sawit (GAPKI) Riau melaksanakan diskusi webinar, Senin (12/07/2021) kemaren. Acara sosialisasi ini secara resmi dibuka oleh Dewan Pembina dan Penasehat DPP APKASINO, yang diwakili oleh Kiai T.Rusli Ahmad. Saat Diskusi webinar tersebut, Mamun Murod menguraikan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau bahwa luas kawasan hutan di Riau mencapai 5,38 juta hektare pada tahun 2020. Dari jumlah ini luasan perkebunan sawit di kawasan hutan seluas 1,89 juta hektare (35%).

Diskusi tersebut bertema sosialisasi regulasi undang-undang cipta kerja (UUCK)/ turunannnya dan cegah karhutla.

Pembicara pada webinar ini Kombes Pol Dr. Endang Usman, SH., MH. (Kabidkum Polda Riau), Dzakiyul Fikri, SH., MH. (Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara Kejati Riau), Dr. Ir.Mamud Murod,MH. (Kepala Dinas LHK Riau), Sofyan, S.Hut,M.Si (Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XIX), Dr. Sadino,S.H.,MH. (Akademisi dan Praktisi Hukum Kebijakan Kehutanan), Samuel Hutasoit, SH., MH.,C.L.A (Dewan Pakar Hukum DPP APKASINDO), serta Eddy Nofiandy,SH.,MH. (Ketua Kompartemen Hukum dan Advokasi GAPKI Riau). Acara ini langsung di Pandu oleh Sekjend P Apkasindo, Rino Afrino, STT., MM.,C.APO.

Hadir juga pada acara tersebut Ketua DPW APKASINDO Riau, KH Suher dan Ketua GAPKI Riau, Djatmiko K. Santosa.

Saat Diskusi webinar tersebut, Mamun Murod menguraikan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau bahwa luas kawasan hutan di Riau mencapai 5,38 juta hektare pada 2020. Dari jumlah ini luasan perkebunan sawit di kawasan hutan seluas 1,89 juta hektare (35%).

“Ini berarti proporsi sawit dalam kawasan hutan cukup besar dan Riau harus bersyukur dengan disyahkannya UUCK dan turunannya ini, berarti semua sudah ada solusinya masing-masing dan itu semua secara rinci diatur dalam turunan UUCK tersebut,yaitu Ultimum Remedium,” ujar Mamun Murod, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau.

Sementara itu, Sofyan selaku Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XIX menjelaskan dalam presentasinya bahwa Ketentuan Pasal 110A dan Pasal 110B dilaksanakan terhadap kegiatan yang dilakukan sebelum berlakunya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Ia mengatakan UU Cipta Kerja memang mengutamakan ultimum remedium (tidak ada pidana) untuk menyelesaikan masalah kebun sawit rakyat di kawasan hutan. Upaya penyelesaian persoalan ini dilakukan melalui PP Nomor 24/2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kehutanan. Peraturan Pemerintah ini mengatur mekanisme penyelesaian kebun yang telah terbangun dalam Kawasan hutan sebelum UU Cipta Kerja terbit sebagaimana diatur dalam Pasal 110A dan Pasal 110 B UU No. 18 Tahun 2013 tentang P3H jo UU Cipta Kerja.

“Ya kita harus memandang permasalahan hutan dengan regulasi saat ini, jangan mengulang-ngulang dengan regulasi yang lama,” ujarnya.

Bagi Pekebun sawit yang kebunnya berada di kawasan hutan sebelum UUCK terbit dan memiliki izin seperti Izin Lokasi, IUP, dan STD-B, maka sesuai ketentuan Pasal 110A kepada Pekebun tersebut akan diberikan kesempatan selama 3 (tiga) tahun sejak UUCK terbit untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan. Kemudian apabila persyaratan telah terpenuhi dan lolos verifikasi, maka terhadap kebun yang ada di Kawasan hutan produksi akan diterbitkan Persetujuan Pelepasan Kawasan hutan, sedangkan terhadap kebun yang ada di Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Konservasi akan diberikan kesempatan melanjutkan usaha selama 15 (lima belas) tahun sejak masa tanam, itu clear.

Selain itu terhadap pekebun yang kebunnya telah terbangun sebelum terbitnya ketentuan teknis STDB tahun 2018,Mamud Murod dan Sofyan menyatakan Tim Verifikasi akan melakukan pengecekan dan verifikasi terlebih dahulu. Jika memang kebun tersebut telah terbangun namun tidak memiliki STDB karena ketentuan teknis STDB baru ada tahun 2018, maka penyelesaiannya tetap menggunakan mekanisme yang diatur dalam Pasal 110A tersebut.

“Tidak ada masalah, semua ada solusinya sebagaimana diatur dalam UUCK tersebut,” ungkap pejabat Kehutanan ini.

Jika terdapat tumpang tindih kebun sawit dengan Perizinan Pemanfaatan Hutan, maka akan diteliti mana yang lebih dahulu terbit. Jika Perizinan Pemanfaatan Hutan lebih dulu terbit maka kebun sawit akan dikurangi luasnya dan sisanya dilakukan Kerjasama Kemitraan dengan Perusahaan Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan selama 1 daur. Demikian pula sebaliknya.

Sementara itu bagi Pekebun sawit yang tidak punya perizinan dan kebunnya telah terbangun sebelum UU Cipta Kerja terbit (sebelum November 2020) maka setelah membayar denda administratif, terhadap kebun yang ada di Kawasan Hutan Produksi akan diterbitkan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan selama 25 tahun sejak masa tanam.

Lebih lanjut Sofyan menjelaskan, UUCK juga mengecualikan masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 tahun secara terus menerus dengan luasan paling banyak 5 ha, dibebaskan dari sanksi pidana atau sanksi administratif, karena akan diselesaikan melalui program Penataan Kawasan Hutan.

“Maka itu saya sampaikan selamat kepada Petani sawit dengan lahir nya UUCK ini dan kita semua harus move on dengan UUCK ini,”ucapnya.

Selanjutnya Kombes Pol Dr Endang Usman SH MH, Kabidkum Polda Riau, mewakili Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi, SH., SIK.,M.Si , menjelaskan bahwa kepatuhan masyarakat sangat penting memahami dan menjalankan hukum yang sudah dibuat sedemikian rupa dan semua sudah bersolusi. Adanya UUCK diharapkan menjadi terobosan hukum untuk penyelesaian masalah di sektor kehutanan dan tidak ada pidana, semua mengedepankan Ultimum Remedium,”.

“Namun demikian bukan tidak mungkin muncul pidana lain? bisa saja, seperti unsur kebakaran lahan, pemalsuan surat tanah atau unsur lainnya,”katanya.

“Kami harapkan semua pihak tanpa kecuali patuh dan jalankan kesempatan dari regulasi ini, ini cukup bagus untuk kepastian hukum. Polda Riau menghimbau untuk sama-sama dalam menjaga iklim usaha, berjalan terkhusus disaat masa pandemic ini semua pihak harus saling bahu membahu, termasuk pencegahan karhutla,” jelas Endang Usman.

Endang Usman juga menjawab pertanyaan dari peserta yang menanyakan mengapa aparat kepolisian masih melakukan penyidikan terhadap pekebun yang kebunnya masuk kategori keterlanjuran sebagaimana dimaksud dalam UUCK. Ia menjelaskan, “masyarakat tidak perlu khawatir dengan pemanggilan sebab penyidik yang menerima laporan dari masyarakat perlu melakukan klarifikasi terhadap pekebun”. Meskipun demikian, Ia juga menegaskan “Polda Riau akan segera mensosialisasikan UU Cipta Kerja yang mengusung kebijakan terobosan ultimum remidium (tidak dipidanakan) ini ke seluruh jajaran Polda Riau sampai ke Polres”.

“Agar tercipta satu pemahaman yang selaras dan berdasarkan regulasi yang sudah di undangkan,” tegas Endang Usman. (rls)

Sumber : riaupower.com

Leave a Reply :

* Your email address will not be published.

kaçak bahiscanlı bahiskaçak bahis sitelerijustin tv izlecasinowordpress kurbahis siteleri
%d bloggers like this: