
Program Budidaya Sawit Terancam Gagal
Sejumlah kalangan mengkhawatirkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) Cipta Kerja Sektor Kehutanan dan Perkebunan mengancam program peremajaan sawit rakyat (PSR). Program PSR merupakan andalan mendorong budidaya dan produksi di sektor hulu.
RPP tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja yang baru disahkan.Namun, muatannya dianggap bisa menggagalkan target besar pemerintah.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat M.E. Manurung menjelaskan, di RPP itu disebutkan bahwa kawasan hutan adalah kawasan yang sudah ditetapkan. Sementara itu, mayoritas petani sawit justru ada di kawasan hutan yang masih dalam penunjukan, pemetaan dan penataan batas.
Petani sawit adalah investor karena petani menanam sendiri, memupuk sendiri, memodali sendiri, membuat jalan sendiri semua serba sendiri. Dengan luas kebun petani dalam kawasan hutan seluas 2,73 juta hektar jika tidak diakomodir dalam RPP dalam bentuk pasal khusus maka investasi petani dengan luas 2,73 juta ha tersebut akan hilang sebesar 546 triliun rupiah, termasuk biaya sosialnya.
Angka tersebut belum meghitung kerugian Pemerintah untuk menghutankan kembali dan hilangnya potensi Penerimaan negara.Di sisi lain, UU Cipta Kerja hanya memberikan batas waktu 3 tahun untuk menyelesaikan persoalan klaim kawasan hutan tadi. Kalau persoalan klaim kawasan hutan tadi baru bisa kelar setelah pengukuhan kawasan hutan, kami pastikan waktu 3 tahun itu tidak akan cukup, “tambah Gulat.
Apabila tak terselesaikan maka petani sawit akan terus bermasalah dengan kawasan hutan. “Akibatnya, program strategis Presiden-Wakil Presiden terkait PSR dan ISPO (Program PSR, Peremajaan Sawit Rakyat dan Sawit berkelanjutan ISPO) tidak akan pernah bisa digapai petani,”tegasnya dalam konferensi pers onlinenya di Jakarta, Selasa (12/11)malam.
Menurut Gulat, ini bakal berdampak secara menyeluruh, sehingga menabrakkan Program Strategis Presiden/Wapres di Bidang Ketahanan Energi, Bidang Sawit berkelanjutan dan Program PSR ke RPP yang sedang dirancang ini. “Terganggunya Hulu (aspek budidaya dan produksi) akan praktis mengganggu hilir (industrilisasi),”lanjut dia.
Gulat berharap Pemerintah mengambil langkah cepat untuk melindungi sektor sawit, terlebih lagi sawit sawit sebagai penopang ekonomi Indonesia dan sudah teruji saat krisis moneter 1998 dan Covid 19 bahwa sawitlah menjadi penopang ekonomi Indonesia.
Pakar Perhutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Sudarsono Soedomo meminta supaya pemerintah segera membuat pasal torpedo berupa pasal pengakuan sementara atas hak rakyat yang ada di dalam klaim kawasan hutan itu.
“Mumpung Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait kehutanan sedang digodok, bikin saja itu,” pintanya.
Pengakuan sementara tadi kata Sudarsono sangat penting biar rakyat bisa segera mengakses sumber daya. “Kalau rakyat itu petani sawit, biar dia bisa mengakses program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR),” katanya.
Toh juga kata dia, tidak ada kesalahan rakyat diklaim kawasan hutan itu, otoritas kehutanan saja yang lamban melakukan tata batas.
“Kalau dalam 5 tahun pemerintah belum juga bisa menyelesaikan pekerjaannya, pengakuan sementara tadi dipermanenkan saja, biar ada kepastian hukum bagi rakyat,” pintanya.
Sumber : http://www.koran-jakarta.com/