Petani Sawit Soroti RPP UU Cipta Kerja Sektor Kehutanan
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Sektor Kehutanan sebagai turunan UU Cipta Kerja menuai protes dari kalangan petani sawit. Pasalnya, draf RPP yang sekarang beredar berpotensi menciptakan kerugian bagi petani dan negara.
Berdasarkan kajian Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP Apkasindo) bahwa apabila otoritas kehutanan tetap memberangus sekitar 2,73 juta hektar kebun kelapa sawit petani yang diklaim dalam kawasan hutan. Total kerugian petani dapat mencapai Rp 546 triliun.
“Setelah kami hitung, total kerugian petani mencapai Rp546 triliun. Angka itu bersumber dari kerugian fisik kebun sekitar Rp300,3 triliun, dampak sosial Rp122,85 triliun dan investasi pembelian lahan baru sekitar Rp122,85 triliun. Sekitar 8,34 juta orang pun bakal menganggur,” rinci Ketua Umum DPP Apkasindo Gulat ME Manurung, dikutip Minggu (10/1/2021).
Kalkulasi ini bersumber dari kajian Tim khusus DPP Apkasindo yang membahas RPP Kehutanan UUCK. Tim ini murni dari internal Apkasindo, yang terdiri dari Dewan Pakar DPP Apkasindo dan Pengurus Harian. Hasil Rumusan RPP UUCK yang diusulkan DPP Apkasindo sudah dikirimkan ke 14 Kementerian/Lembaga Pemerintah, termasuk Presiden Jokowi.
Selain menghasilkan usulan RPP UUCK, Tim DPP Apkasindo juga sudah menghitung potensi kerugian Petani dan Negara jika RPP UUCK dipaksakan.
Gulat mengatakan dari perhitungan tim khusus ternyata pemerintah juga merogoh kocek dalam-dalam hingga Rp 525 triliun untuk menghutankan kembali lahan itu selama 20 tahun, itupun jika berhasil dihutankan.
“Pemerintah juga akan kehilangan pendapatan dari bea keluar dan pungutan ekspor Crude Palm Oil (CPO). Pemerintah juga musti membeli solar tambahan lantaran rasio kebutuhan domestik CPO berkurang. Kalau ditotal kehilangan dan beli solar itu, Rp298,7 triliun setahun,” rinci Gulat.
Total kerugian semua duit petani dan pemerintah mencapai Rp 1.369,7 triliun apabila RPP Kehutanan UU Cipta Kerja tidak diperbaiki.
“Khusus pendapatan pemerintah tadi, hitungannya dalam setahun. Kalau misalnya sawit yang ditebang itu berumur 10 tahun, berarti produktivitas sawit masih ada 15 tahun. Kalikan saja dengan Rp298,7 triliun tadi,” ujar Gulat yang juga auditor ISPO ini.
Kalau nasib petani akan seperti hitung-hitungan tadi, kata Gulat, RPP kehutanan yang sedang digodok itu, tidak sejalan dengan cita-cita Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) nomor 11 tahun 2020 seperti misi Presiden Jokowi.
Gulat menyatakan Presiden Jokowi dan Wapres KH Maruf Amin menjadi harapan petani sawit. Harusnya persoalan semacam ini tak perlu sampai ke Presiden dan Wapres.
“Sebab yang kami tahu semua pembantu Presiden dan Wapres itu harus menjalankan visi dan misi Presiden dan Wapres, bukan visi dan misi Kementerian Kehutanan, Kemenko Perekonomian, atau Kementerian Pertanian,” tegas Gulat.
“Selama ini kami petani sawit sudah cukup bersabar dan menahan diri dengan segala regulasi yang merugikan. Tapi kali ini, kami tak akan diam. Kami akan mendatangi mereka yang mengabaikan suara petani sawit. Jangan salahkan kami apabila puluhan ribu petani sawit terpaksa berkumpul di Jakarta,” tegas Gulat.
Sumber: https://www.liputan6.com/