Guru Besar IPB: Tutupan Hutan Indonesia Terluas Kedua Dunia
Guru besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Yanto Santosa menyebut kalau dipertahankan statusnya, tutupan hutan untuk tujuan kawasan lindung, biodiversity, pertahanan berupa hutan yang ada di Indonesia, luasannya masih lebih dari 30%.
Kalau diasumsikan areal berhutan sebagai kriteria proporsi itu, kata Yanto, sampai 2019, luasan tutupan berhutan di Indonesia masih 53% dari total luas daratan. Masih 23% lebih tinggi dari standar minimum 30% tadi. Itulah Taman Nasional, Suaka Margasatwa, Hutan Konservasi dan yang lain itu.
“Dibanding negara lain, kita hanya kalah dengan Brazil,” ujar lelaki 60 tahun ini saat didapuk berbicara pada Rapat Koordinasi (rakor) Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Pusat yang digelar secara webinar dari siang hingga sore kemarin. .
Lagi-lagi kata Yanto, itu jika mengacu pada Undang-Undang 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan yang mewajibkan 30% areal berhutan.
“Pertanyaannya kemudian, apakah batasan 30% itu hasil ilmiah? Jawabannya, bukan. Sebab sesungguhnya batasan luas tutupan hutan di tiap provinsi itu beda-beda. Ini bergantung pada neraca air dan keseimbangan Daerah Aliran Sungai (DAS),” ujar Yanto.
Sebab bisa saja Sulawesi Utara (Sulut) butuh 50-60 persen, tapi Kalimantan Tengah (Kalteng) hanya butuh 10 persen lantaran lahannya datar dan topografinya tidak berbahaya. “Ini masih perlu kajian ilmiah yang serius biar dapat angka yang jelas dan pasti,” pinta Yanto.
Dalam kondisi sekarang kata Yanto, rasionalisasi kawasan hutan sangat perlu oleh kebutuhan sektor non kehutanan yang besar dan pertumbuhan penduduk yang besar.
“Ini enggak bisa ditawar-tawar lagi. Tidak mustahil ada 34 juta hektar kawasan hutan yang sudah tidak bertutupan hutan. Lepas ini sesuai kebutuhan sektor. Sangat tidak fair areal yang tidak produktif tidak memberi kesejahteraan kepada rakyat,” katanya.
Terkait petani kelapa sawit kata Yanto, harusnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) rela melepas kawasan hutannya. Sebab sawit sudah sukses mereboisasi kawasan yang tidak hutan.
Tapi yang terjadi justru, sawit yang oleh negara kategorinya industri strategis dan vital, begitu dimusuhi.
Sampai-sampai sawit tak boleh ditanam. Kalaulah sawit yang umurnya sudah 5-20 tahun disebut di kawasan hutan, siapa yang salah? Harusnya sedari awal pemilik hutan melarang, bukan setelah berbuah, tiba-tiba disebut kawasan hutan,” ujarnya.
Sumber : Gatra.com