Posts

Bro, Segini Jumlah Petani Penyintas dan Terpapar

Penyintas 512.270, divaksin 1,5 juta dan terpapar 1,2 juta, terinveksi berat 3,6 juta! Begitulah kondisi petani sawit Indonesia saat ini. 

Tapi tunggu dulu. Angka-angka sebanyak itu tidak ada kaitannya dengan pandemi covid-19. Tapi ini murni terkait ragam keadaan petani dalam menghadapi sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

Adalah Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP-Apkasindo) yang mengurai angka-angka itu kepada elaeis.co, kemarin sore. 

Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung cerita kalau saat ini ada empat tipologi petani kelapa sawit yang berhadapan dengan pengurusan sertifikat ISPO. 

Tipologi pertama adalah Petani Penyintas. Petani semacam ini sudah punya persyaratan lengkap, termasuk untuk ikut Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Kalau ditotal, luas lahan semuanya mencapai 512.270 hektar. 

“Tipologi ini juga disebut dengan cluster Platinum,” kata auditor ISPO ini.          

Lantas tipologi kedua adalah Petani Vaksin. Ini adalah sekumpulan petani yang sudah ditolong tapi belum tentu selamat ikut ISPO lantaran masih ada beberapa syarat yang musti dipenuhi. 

“Kalau dihitung-hitung total luas lahannya mencapai 1,52 juta hektar. Tipologi ini masuk dalam cluster Gold,” terang kandidat doktor lingkungan Universitas Riau ini.
 
Adapun syarat yang musti dipenuhi cluster ini kata Gulat adalah, legalitas, Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB), hingga pencatatan aspek agronomis dan histori bahan tanaman. 

“Mayoritas petani di tipologi ini jarang melakukan pencatatan dan enggak tahu histori tanamannya, jadi, mau tak mau mereka musti ditolong juga,” ujarnya.   

Tipologi ketiga adalah Petani Terpapar. Kelompok petani ini, mereka yang masih terindikasi bermasalah dengan tumpang tindih izin konsesi, kawasan hutan konversi, tidak punya STDB dan minim pencatatan. Total luas lahannya mencapai 1,2 juta hektar. Tipologi semacam ini masuk dalam cluster Silver

Dan terakhir adalah petani terinveksi berat. Yang semacam ini, sudahlah berada di dalam klaim kawasan hutan, tidak punya legalitas lahan, produktivitas paling tinggi 200 kg/ha/bulan, jarak tanam yang salah, bibit tak jelas dan sama sekali tidak pernah mencatatat kegiatan agronomis. 

Petani yang masuk cluster Iron ini luas lahannya paling banyak, mencapai 3,6 juta hektar.

“Walau sudah terinveksi berat, mereka tetap harus ditolong. Sebab kalau tak ditolong, mereka bisa-bisa ‘mati’,” ujar Gulat. 

Mereka musti ditolong kata Gulat lantaran petani cluster ini adalah petani yang bekerja sendiri, membiayai sendiri. Hasil panen mereka pun selama ini sudah ikut berkontribusi kepada Negara. 

“Pokoknya serba sendirilah. Nah pas matinya, jangan rame-ramelah. Itulah makanya mereka harus dipilah-pilah lagi, mana yang bisa diselamatkan supaya bisa ber-ISPO,” tambahnya.

Kalau setelah dipilah ada petani yang memang benar-benar tak bisa tertolong lagi kata ayah dua anak ini, — misalnya petani di dalam kawasan hutan lindung dan tak punya legalitas apapun — mau tidak mau, petani semacam ini tidak bisa lagi melanjutkan perkebunannya. 

“Kami juga harus fair soal ini. Sebab maksud kami pun membikin tipologi dan cluster semacam ini, murni untuk lebih objektif menilai persoalan petani,” katanya. 

Sumber : Elaeis.co

Leave a Reply :

* Your email address will not be published.

kaçak bahiscanlı bahiskaçak bahis sitelerijustin tv izlecasinowordpress kurbahis siteleri
%d bloggers like this: